Seseorang yang menjalankan atau menyuruh menjalankan perusahaan disebut dengan pengusaha. Dia bisa menjalankan perusahaan itu sendiri. Jika menjalankan perusahaan sendirian, tanpa pembantu, disebut dengan pengusaha perseorangan.
Bisa juga dia menyuruh orang lain membantunya dalam menjalankan perusahaan itu, tetapi ada juga kemungkinan bahwa dia menyuruh orang lain menjalankan perusahaannya. Jadi, orang tersebut tidak turut serta menjalankan perusahaan karena misalnya kurang ahli, sedangkan dia mempunyai cukup modal untuk menjalankan usaha dan memiliki minat mendirikan perusahaan yang bersangkutan.
Dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud pengusaha sebagai berikut.
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalani perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Orang Prancis menyebut pemilik perusahaan industri sebagai borjusi. Orang Inggris menyebutnya kapitalis. Sementara itu, orang Indonesia akrab dengan sebutan pengusaha. Namun hakikat ketiga sebutan ini sama saja. Mereka adalah sama-sama golongan pemilik modal atau pemilik alat-alat produksi (kerja).
Hubungan pengusaha dengan perusahaannya sangatlah penting. Perusahaan, seperti pabrik, hotel, restoran, perkebunan, kehutanan, dan angkutan penumpang sangat erat hubungannya dengan pengusaha.
Pengusaha dan perusahaan dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pengusaha adalah pemilik alat-alat (sarana/objek) produksi. Sarana produksi ini umumnya disebut dengan perusahaan. Dari lahan, ruangan produksi, kantor, bahan-bahan produksi, sampai mesin-mesin dan alat pengangkutnya, secara umum digabungkan sebagai perusahaan. Semua alat dan bahan produksi ini dimiliki secara pribadi oleh pengusaha.
2. Secara resmi, pengusaha mempunyai akta pendirian dan kepemilikan perusahaan. Kepemilikan ini bukan hanya disahkan melalui akta notaris, tetapi juga dilindungi oleh undang-undang atau hukum perdata. Secara sah, hak milik perusahaan berada di tangan pengusaha.
3. Perusahaan juga bisa dimiliki oleh beberapa pribadi berdasarkan kepemilikan saham atas seluruh nilai (biasanya diukur berdasarkan “nilai tukar” yang berupa uang atau saham) dalam perusahaan itu. Mereka membentuk atau mengembangkan perusahaan dengan beberapa orang pemegang saham. Dan atas kepemilikan saham ini, mereka adalah pengusaha.
4. Sebagai pemilik, pengusaha mempekerjakan sejumlah orang untuk menjalankan perusahaannya. Pengusaha tidak mungkin bekerja sendiri. Pengusaha selalu memanfaatkan dan mempekerjakan sejumlah orang, baik langsung maupun tak langsung (subkontrak).
5. Sebagai pemilik, pengusaha adalah pihak yang berkuasa dalam perusahaan. Pengusaha menentukan target yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang dipekerjakannya. Berdasarkan target (jumlah dan mutu), pengusaha mengatur pihak yang dipekerjakannya agar dapat memenuhi target tersebut. Secara umum (keseluruhan), pengusaha adalah golongan ekonomi yang berkuasa.
6. Pengusaha merupakan pihak yang mengupah orang-orang yang dipekerjakan.Pengusaha adalah golongan pengupah. Atas dasar upah ini, orang-orang yang dipekerjakan, harus mengeluarkan tenaga kerja dalam jumlah waktu kerja tertentu sesuai dengan kehendak atau aturan yang diterapkan pengusaha.
7. Di mana pun pengusaha mendirikan dan mengoperasikan perusahaannya, mereka hanyalah golongan minoritas karena jumlahnya yang sangat sedikit. Sementara itu, orang-orang yang dipekerjakan termasuk dalam golongan mayoritas di perusahaan tersebut.
Dilihat dari fungsinya, ada tiga eksistensi pengusaha sebagai berikut.
1. Pengusaha yang bekerja sendiri.
2. Pengusaha yang bekerja dengan bantuan pekerja. 3. Pengusaha yang memberi kuasa kepada orang lain untuk menjalankan perusahaan.
1. Pengusaha yang bekerja sendiri.
2. Pengusaha yang bekerja dengan bantuan pekerja. 3. Pengusaha yang memberi kuasa kepada orang lain untuk menjalankan perusahaan.
Dari definisi-definisi tersebut, pengusaha bisa melakukan hal-hal berikut.
1. Pengusaha bisa menjalankan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu.
2. Pengusaha bisa menjalankan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.
3. Pengusaha bisa menyuruh orang lain untuk menjalankan perusahaannya, dan dia tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan itu.
2. Pengusaha bisa menjalankan perusahaannya dengan pembantu-pembantunya.
3. Pengusaha bisa menyuruh orang lain untuk menjalankan perusahaannya, dan dia tidak turut serta dalam menjalankan perusahaan itu.
Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1954 juncto Undang-Undang No. 22Tahun 1957 dijelaskan bahwa pada prinsipnya pengusaha adalah pihak yang menjalankan perusahaan, baik milik sendiri maupun bukan. Secara umum istilah pengusaha adalah orang yang melakukan suatu usaha. Istilah yang dipergunakan dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya adalah majikan, yaitu orang atau badan yang memperkerjakan buruh.
Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lama tersebut, Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan istilah yang berbeda, yaitu dengan menggunakan istilah “pemberi kerja”, yakni orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengaturan istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha, khususnya bagi pekerja pada sektor informal.
0 komentar:
Posting Komentar