1.
Globalisasi dan Ekonomi Dunia
Perubahan dari hari kehari semakin cepat, dan
bahkan makin cepat. Dengan adanya perubahan yang makin cepat tersebut, dunia
makin terbuka dan kian datar (the world becomes flatter).Semakin terbuka dan
datarnya bumi ini, menyebabkan antara satu Negara dengan Negara lain seperti tidak
ada jarak dan batas lagi. Mobilasi barang, jasa (trade), faktor produksi dan
bahkan budaya antara satu negara dengan negara lain semakin intens, gejala
inilah yang dikenal dengan globalisasi. Secara harfiah, globalisasi dapat
diartikan “the increase of trade (and changes of culture ?) around the world,
especially by large companies producing,
trading goods in many different
countries”.
Dengan adanya globalisasi dan makin datarnya bumi
ini, membuat jarak dan waktu tidak berpengaruh banyak dalam aktivitas manusia,
baik itu menyangkut aktivitas ekonomi maupun aktivitas lainnya. Arus barang dan
jasa serta faktor-faktor produksi berlangsung semakin intensif dan cepat, tak
penah berhenti. Dengan adanya globalisasi, dunia praktis menjadi pasar dan komunitas
yang terintegrasi, sehingga di muka bumi ini ada kecenderungan hanya ada satu
pasar yaitu pasar dunia (world market), baik untuk barang-barang perdagangan
(tradeables goods) maupun jasa (services). Implikasi dari adanya globalisasi
dan semakin datar-nya bumi ini diantaranya
adalah semakin tajamnya kompetisi. Kompetisi dalam dunia bisnis bergeser
dari antar perusahaan menjadi antar negara yang menyangkut public sector,
taxation, and quality of bureaucracy.
Globalisasi merupakan isu yang dikembangkan
Amerika Serikat yang dimulai dengan pembentukan kawasan perdagangan bebas
seperti North Amerika Free Trade Area (NAFTA), Asia Pasific Economy Cooperation
(APEC), Asean Free Trade Area (AFTA) dan
lain-lain. Pasar bebas (free market) merupakan salah satu kebijakan Amerika
Serikat yang dipaksakan kepada negara-negara lain dimuka bumi ini, terutama
untuk negara-negara yang sedang berkembang. Dengan adanya pasar bebas, ekonomi
satu negara tidak lagi bersifat tidak terpengaruh oleh ekonomi negara lain.
Akibatnya ekonomi suatu negara terutama negara berkembang sangat tergantung
pada ekonomi negara lain terutama pada ekonomi negara-negara kuat seperti
Amerika Serikat. Sekarang timbul pertanyaan apakah dengan adanya globalisasi,
ekonomi dunia akan semakin baik atau sebaliknya.
Globalisasi ekonomi yang dicanangkan oleh Amerika
Serikat ke penjuru dunia, menurut Joseph E. Stigliz (2006) menjadi lokomotif
awal mula petaka kehancuran ekonomi dunia pada dekade 90-an. Kehancuran ekonomi
dunia pada awal dekade 90-an tersebut ditandai dengan euforia kemunculan
ekonomi baru (new economy) di Amerika Serikat dengan lonjakan produktivitas
yang tinggi. Perusahaan-perusahaan dot-com di AS merevolusi cara masyarakat
Amerika Serikat dalam berbisnis. Bahkan kemunculan ekonomi baru ini
disejajarkan dengan revolusi industri dua abad yang lalu yang telah merubah
atau mentransformasi perekonomian dari sektor primer ke sektor industri. Tapi
kenyataannya, fenomena ekonomi baru tersebut justru disusul dengan kemerosotan
(bust) pada akhir dekade 1990-an.
Menurut Stigliz, kelemahan globalisasi pada era
tahun 1990-an tersebut terletak dari sifat Amerika Serikat yang hipokrit.
Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat mendesak negara-negara lain untuk membuka
pasar mereka selebar-lebar-nya untuk produk-produk yang menjadi keunggulan
mereka, tetapi justru mereka memberikan proteksi sektor-sektor yang menjadi
keunggulan negara-negara lain terutama negara berkembang seperti sektor
maritim, sektor konstruksi dan sektor pertanian. Ketidakadilan, ketidakjujuran
dan imperialisme ekonomi dari globalisasi ekonomi tersebut menyebabkan
globalisasi ekonomi tersebut disebut-sebut sebagai neo-liberalisme.
2. Kegagalan Globalisasi, Kegagalan Kapitalisme
Keserakahan merupakan ciri utama dari kapitalisme
dan globalisasi (neo-liberalisme). Menurut Joseph E. Stiglitz, krisis ekonomi
yang terjadi di Indonesia, dan negara ASEAN lainnya merupakan akibat dari
gelembung ekonomi (bubble economic) karena pengaruh globalisasi pada awal tahun
90-an. Kenyataan menunjukkan bahwa, dengan globalisasi ekonomi, dunia ini tidak
menjadi lebih makmur, apa lagi adil. Hal ini terjadi semata-mata karena
kapitalisme menjelma menjadi neo-liberalisme. Agenda globalisasi tetap bergerak
pada formula, pelanggengan dominasi politik dan ekonomi oleh AS dan Inggris. Ia
merupakan imperilisme model baru yang mentereng dan mewah (Max Regus. MI, 22
Okt 2008 ) dengan mesin yang disebut corporatocracy yaitu korporasi, bank dan
pemerintah secara bersama-sama menggunakan kekuatan finansial dan politik
menuju kekuasaan global (John Perkins. 2005).
Hal tersebut menandakan imperlisme tidak pernah
berakhir. Globalisasi dan energinya pada mekanisme pasar yang gagal menggeliat
bersama dalam faham neo-liberalisme yang
telah terbentuk sejak awal tahun 1990-an. Implikasi dari globalisasi yang
mengarah pada pelanggengan dominasi politik dan ekonomi pada satu kekuatan
mengakibatkan lembaga-lembaga keuangan internasional menjadi rujukan utama
bagaimana negara-negara Dunia Ketiga harus menjalankan politik pembangunan
mereka.
Globalisasi ekonomi dan kapitalisme menciptakan
ekonomi gelembung (bubble economic) yang mudah pecah dan jika pecah berakibat
pada hacurnya ekonomi banyak negara termasuk Amerika Serikat yang merupakan
negara pertama yang menggunakan kapitalis sebagai suatu sistem ekonomi, dan
juga ekonomi negara-negara kecil dan negara-negara berkembang.
Perdana Menteri Australia Kevin Rudd mengatakan
bahwa krisis ekonomi global yang terjadi saat ini merupakan akibat dari
kegagalan yang komprehensip dari kapitalisme. Menurut Kevin Rudd, ketamakan dan
ketakutan merupakan dua hal yang memicu keruntuhan sektor keuangan di AS dan
selanjutnya menjalar keseluruh dunia (Media Indonesia 16 Okt 2008 Hal. 20).
Amerika sebagai negara super power (politik dan Ekonomi) yang mencetuskan
globalisasi dengan konsep kapitalis yang menjelma menjadi neo-liberalisme
melalui mesin corporatocracy tersebut telah terbukti lebih banyak
mengsengsara-kan masyarakat dunia dibandingkan dengan mensejahterakannya.
Krisis keuangan di Amerika yang dipicu oleh
kredit macet yang dibiayai oleh perusahaan Fannie Mae dan Freddie Mac di bidang
properti (subprime mortgage) selaanjutnya menyebabkan rontoknya bursa efek di
seluruh dunia. Krisis keuangan tersebut dipicu oleh macetnya kredit perumahan
di AS. Macetnya kredit tersebut disebabkan karena tingginya bunga yang harus
mereka bayar yaitu dari 1% menjadi 5,25%. Krisis ekonomi bukan hanya kali ini
saja terjadi. Krisis ekonomi yang besar pernah terjadi pada tahun 1929 yang
dikenal dengan Great Depression, kemudian diikuti krisis-krisis lain pada tahun
80-an, tahun 90-an dan sekarang tahun 2008. Dari fakta tersebut terlihat bahwa
krisis tersebut merupakan kejadian yang akan selalu terjadi secara siklis, dan
ada kecenderungan siklus tersebut makin pendek waktunya.
Bahan Bacaan
Dwi Kuncoro Triono. 2008. Lehman Bangkrut,
Kapitalisme Sekarat. Al-Wa’ie, Nomor 99 Tahun IX, 2008.
John Perkins. 2004. Confessions of an Economic
Hit Man. Terjemahan Bahasa Indonesia. PT Dinastindo Adiperkasa Internasional.
2005.
Max Regus. 2008. Melampaui Ekonomi. Media
Indonesia, 22 Oktober 2008.
Stiglitz, Joeph E. 2006. Dekade Keserakahan, Era
’90-an dan Awal Mula Petaka Ekonomi Dunia. Marjin Kiri PT Cipta Lintas Wacana.
Tangerang.
0 komentar:
Posting Komentar